Penyebab Firdaus Oiwobo Diminta Lepas Toga Saat Sidang MK

Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) sempat memanas saat salah satu peserta sidang, Firdaus Oiwobo, diminta untuk melepas toga yang dikenakannya oleh pimpinan sidang. Insiden ini menjadi sorotan publik karena jarang terjadi dalam proses persidangan di lembaga tertinggi konstitusi tersebut.

Kronologi Kejadian

Firdaus Oiwobo, yang hadir sebagai kuasa hukum dalam sengketa hasil pemilu, mengenakan toga saat menjalani sidang di ruang utama MK. Namun, pimpinan sidang memintanya untuk melepas toga tersebut dengan alasan aturan protokol yang berlaku di MK melarang penggunaan atribut seremonial seperti toga bagi kuasa hukum atau pihak yang bukan hakim.

Alasan Protokol MK

Menurut Ketua MK, penggunaan toga hanya diperuntukkan bagi para hakim konstitusi dan pejabat yang berwenang dalam persidangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseragaman, netralitas, dan kewibawaan persidangan. Pemakaian toga oleh kuasa hukum dianggap dapat menimbulkan kesan keberpihakan dan mengganggu jalannya persidangan.

Reaksi Firdaus Oiwobo

Firdaus awalnya menolak permintaan tersebut dan menyatakan bahwa pemakaian toga adalah bentuk penghormatan terhadap lembaga MK. Namun, setelah penjelasan lebih lanjut dari pimpinan sidang, ia akhirnya melepas toga dan melanjutkan sidang tanpa atribut tersebut.

Dampak dan Respons Publik

Insiden ini memicu perdebatan di kalangan publik dan profesional hukum. Sebagian menilai permintaan tersebut sebagai bentuk penegakan aturan yang tegas dan menjaga integritas persidangan. Namun, ada juga yang melihatnya sebagai hal yang kaku dan kurang menghormati tradisi pengacara dalam sidang-sidang formal.

1. Toga Khusus untuk Hakim dan Pejabat MK

Mahkamah Konstitusi memiliki aturan ketat soal pemakaian toga. Hanya hakim konstitusi, panitera, dan pejabat resmi yang diperbolehkan mengenakan toga saat persidangan. Hal ini untuk menjaga citra lembaga yang netral, berwibawa, dan profesional.

2. Kuasa Hukum Tidak Wajib Memakai Toga

Berbeda dengan pengadilan umum yang kadang mengharuskan kuasa hukum mengenakan jubah hitam, MK mengatur bahwa kuasa hukum cukup berpakaian formal tanpa toga. Pemakaian toga kuasa hukum di MK tidak diperkenankan karena dapat menimbulkan kesan keberpihakan.

3. Regulasi Resmi yang Mengatur

Aturan ini tercantum dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persidangan. Di sana ditegaskan bahwa atribut persidangan harus dipakai sesuai fungsi dan jabatan masing-masing.

4. Praktik di Lembaga Lain

Di pengadilan negeri atau pengadilan tinggi, pengacara memang biasa mengenakan toga saat sidang. Namun di MK, karena sifat persidangan yang berbeda (konstitusional dan bersifat final), aturan tata cara berpakaian lebih ketat.


Implikasi Profesionalisme dan Etika Sidang

  • Pemakaian atribut sesuai aturan menjadi simbol penghormatan terhadap proses hukum.

  • Mengabaikan aturan tersebut bisa dianggap pelanggaran tata tertib sidang yang berpotensi menyebabkan teguran atau sanksi.

  • Kasus Firdaus Oiwobo jadi pengingat bagi praktisi hukum untuk mematuhi protokol demi menjaga citra lembaga peradilan.

Kesimpulan

Kasus ini menyoroti pentingnya pemahaman aturan dan protokol dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Pihak MK menegaskan bahwa aturan pemakaian atribut persidangan berlaku ketat demi menjaga profesionalisme dan objektivitas proses hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *