Lebak, Banten — Insiden dugaan kekerasan fisik yang melibatkan Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, menjadi sorotan publik setelah seorang siswa berinisial ILP (17) melaporkan bahwa dirinya ditampar dan bahkan ditendang oleh kepala sekolah tersebut ketika kedapatan merokok. Beberapa guru dan saksi pihak sekolah mulai membuka pengakuan dan perspektif tentang perilaku Dini pasca insiden.
Kronologi Kejadian
Menurut salah satu laporan media, insiden bermula pada Jumat, 10 Oktober 2025, saat sekolah menggelar agenda Jumat Bersih. Dini mengaku mencium adanya asap rokok di tangan ILP. Ketika dipanggil, siswa tersebut lari dan menyangkal merokok, memicu emosi dari kepala sekolah. NTVNews+2detiknews+2
Dalam pengakuannya, Dini menyebut bahwa ia “spontan menegur dengan keras, bahkan sempat memukul pelan karena menahan emosi,” tetapi menegaskan bahwa tidak ada tindakan kekerasan berat yang dilakukannya. detiknews+2Kompas+2
Namun, versi korban ILP menyebut bahwa dia sempat ditendang di punggung dan ditampar di pipi kanan oleh kepala sekolah. Kompas+3NTVNews+3detiknews+3
Reaksi Guru dan Lingkungan Sekolah
Setelah kasus ini mencuat, sejumlah guru dan staf internal sekolah menyampaikan bahwa insiden tersebut bukanlah hal tunggal dalam sikap kepemimpinan Dini. Beberapa guru menyatakan bahwa gaya kepemimpinan Dini dikenal tegas dan terkadang menggunakan metode keras, terutama terhadap siswa yang dianggap melanggar aturan.
Namun, belum ada pengakuan publik terbuka dari guru‑guru bahwa tindakan fisik seperti itu adalah bagian dari metode rutin atau disengaja. Beberapa di antaranya menekankan pentingnya klarifikasi sebelum menyimpulkan tindakan kepsek sebagai pelecehan sistemik.
Salah seorang guru, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyampaikan:
“Saya tahu kalau Pak Kepala (kepala sekolah) sering keras dalam menegur, tapi saya tidak pernah tahu sebelumnya sampai ke tindakan fisik seperti ini,” katanya kepada media lokal.
Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun ada indikasi pola ketegasan, kejadian spesifik tampar dan tendang ini dianggap luar batas normal dalam konteks sekolah.
Dampak & Reaksi Siswa
Insiden tersebut memicu reaksi keras dari siswa. Sebanyak 630 siswa SMAN 1 Cimarga melakukan aksi mogok sekolah pada Senin (13 Oktober 2025) sebagai bentuk protes dan tekanan agar kepala sekolah diganti atau dijatuhi sanksi. Kompas+3detiknews+3detiknews+3
Dalam aksi tersebut, siswa memasang spanduk di gerbang sekolah dengan tulisan seperti “Kami Tidak Akan Sekolah Sebelum Kepala Sekolah Dilengserkan.” suara.com+2detiknews+2
Para guru tetap hadir dan berusaha menjalankan kegiatan belajar-mengajar melalui sistem daring agar pembelajaran tidak terhenti. detiknews+2detiknews+2
Tindakan Pemerintah & Proses Hukum
Pemerintah Provinsi Banten segera merespons dengan memutuskan untuk menonaktifkan sementara Dini Fitria sebagai kepala sekolah selama proses pemeriksaan berjalan. detiknews
Sekda Provinsi Banten, Deden Apriandhi, menyebut bahwa video dugaan insiden telah diterima dan klarifikasi akan dilakukan terhadap berbagai pihak. detiknews
Polisi juga telah menerima laporan dari orang tua siswa. Kanit PPA Satreskrim Polres Lebak, Ipda Limbong, menyatakan bahwa laporan berkaitan dugaan penamparan oleh kepala sekolah sedang dalam tahap penyelidikan. detiknews+2suara.com+2
Proses selanjutnya akan bergantung pada hasil visum serta pemeriksaan saksi dan bukti medis korban untuk menentukan apakah unsur pidana fisik telah terjadi. suara.com+2detiknews+2
Catatan & Tantangan
-
Meski Dini mengakui kontak fisik, dia membedakan antara “pukulan pelan spontan” dan tindakan kekerasan intensional. Kompas+2detiknews+2
-
Perbedaan versi antara kepala sekolah, korban, dan saksi guru menyulitkan penyelidikan awal.
-
Ketegasan dalam disiplin sekolah sejatinya diperlukan, tetapi batas antara teguran keras dan kekerasan fisik harus jelas dijaga.
-
Reaksi kolektif siswa menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menilai tindakan kepala sekolah itu sendiri, tetapi juga mempertanyakan keadilan dan keamanan lingkungan belajar.