MEDANDAILY.ID – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir, mesin ekonomi Indonesia berjalan “pincang.” Dalam pandangannya, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY, 2004–2014) menghadirkan pertumbuhan yang lebih seimbang dibanding era Joko Widodo (Jokowi, 2014–2024). Purbaya mengemukakan bahwa pada era Jokowi, beban utang negara meningkat dan sektor swasta — yang menjadi motor utama pertumbuhan pada masa SBY — mengalami perlambatan. Suara Nasional+3beritasatu.com+3kontan.co.id+3
Sorotan Purbaya: Data dan Kritik
1. Pertumbuhan Ekonomi & Uang Beredar
-
Pada era SBY, kata Purbaya, pertumbuhan ekonomi sering berada di atas 5 %, mendekati 6 %. Suara Nasional+3beritasatu.com+3kontan.co.id+3
-
Ia menyebut bahwa masa SBY ditandai pertumbuhan uang beredar (M0) rata-rata ~17 %, dan kredit perbankan tumbuh ~22 %. jatimku.com+4beritasatu.com+4kontan.co.id+4
-
Di era Jokowi, menurut Purbaya, pertumbuhan uang beredar (M0) menyusut menjadi rata-rata ~7 %, bahkan dalam beberapa tahun sempat stagnan 0 %. Suara Nasional+4beritasatu.com+4kontan.co.id+4
-
Pertumbuhan kredit perbankan di era Jokowi disebut di bawah 10 %. Suara Nasional+5beritasatu.com+5Media Bangsa+5
Menurut Purbaya, skema pembangunan infrastruktur besar-besaran di era Jokowi memang menghasilkan aktivitas pemerintah yang masif, tetapi sektor swasta tidak tumbuh seiring harapan. Ia menyebut ekonomi tumbuh “pemerintah-on, swasta-off.” jatimku.com+3beritasatu.com+3Editor News+3
2. Rasio Utang Pemerintah
Purbaya membandingkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) antara dua era pemerintahan:
-
Era SBY: rata‑rata rasio utang sekitar 31,65 % dari PDB kontan.co.id+2jatimku.com+2
-
Era Jokowi: rata‑rata rasio utang naik menjadi 34,31 % dari PDB Suara Nasional+3beritasatu.com+3jatimku.com+3
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah pernah menyimpan dana publik dalam jumlah besar (sebesar hingga Rp 800 triliun) di Bank Indonesia (BI). Menurut Purbaya, dana tersebut bersumber dari utang dengan bunga sekitar 7 %. Penempatan tersebut dianggap menyerap likuiditas pasar dan membebani sistem keuangan. Media Bangsa+4jatimku.com+4kontan.co.id+4
Purbaya menyebut bahwa kebijakan seperti penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) turut memperketat likuiditas dan memperburuk kondisi kredit. jatimku.com+2kontan.co.id+2
Ancaman dan Upaya Perbaikan
Purbaya memperingatkan bahwa jika kondisi ekonomi seperti ini dibiarkan, Indonesia berisiko terjebak dalam stagnasi atau krisis fiskal, dengan pengaruh sosial yang luas seperti PHK dan kesulitan hidup masyarakat. kontan.co.id+2beritasatu.com+2
Sebagai langkah tanggapan, ia mengumumkan bahwa pemerintah akan memindahkan Rp 200 triliun dari dana kas negara yang tersimpan di Bank Indonesia ke sistem perbankan agar likuiditas pasar membaik, dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi kembali ke kisaran 6–6,5 % dalam waktu 1–2 bulan ke depan. Editor News+5beritasatu.com+5jatimku.com+5
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, ia menyampaikan bahwa penyaluran dana tersebut akan digunakan untuk menghidupkan sektor swasta dan memperbaiki koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal. jatimku.com+3Media Bangsa+3beritasatu.com+3
Purbaya juga menekankan bahwa pemerintah akan memperbaiki serapan anggaran Kementerian/Lembaga, mempercepat eksekusi program, dan memastikan agar dana yang disalurkan jangan “diserap kembali” oleh BI. Bisnis Ekonomi+2beritasatu.com+2
Kritis & Catatan Penting
-
Meskipun data yang dikemukakan Purbaya banyak disitir dalam media, belum semua klaim tersebut diawasi atau diverifikasi oleh lembaga independen terkait.
-
Perbandingan ekonomi antar era sering kali memiliki konteks global, siklus ekonomi dunia, fluktuasi komoditas, dan kebijakan internasional yang ikut memengaruhi performa nasional—faktor-faktor ini tidak selalu muncul dalam paparan publik.
-
Transfer dana ke sektor perbankan senilai ratusan triliun juga diwarnai risiko inflasi, kebijakan moneter BI, dan efektivitas lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit ke sektor produktif.