Utang Menggunung Whoosh: Beban Rp116 Triliun dan Pergeseran dari B2B ke B2G

Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang dikenal sebagai Whoosh dan dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) kini menghadapi tekanan besar dari sisi pembiayaan. Berdasarkan laporan terbaru, total utang proyek ini sudah mencapai kisaran Rp 116 triliun (≈US$10,7 miliar) yang terutama berasal dari pinjaman luar negeri.

1. Struktur Pendanaan & Utang

Sekitar 75% dari dana proyek Whoosh dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), sedangkan sisanya dari ekuitas konsorsium Indonesia–China.
Awalnya proyek ini dikembangkan dengan model business-to-business (B2B) antara investor swasta dan konsorsium. Namun dalam perjalanan, peraturan berubah dan pemerintah terlibat lebih aktif — muncul risiko model business-to-government (B2G) yang menempatkan beban fiskal di depan.

2. Risiko Gagal Bayar dan Kerugian

Para ekonom memperingatkan bahwa kapasitas proyek ini untuk membayar utang sangat tergantung pada trafik penumpang dan pengelolaan biaya yang efisien. detikfinance
Laporan menunjukkan kerugian yang terus berlangsung: misalnya pada 2023 tercatat kerugian, dan 2024 serta paruh awal 2025 masih menunjukkan beban finansial yang besar.
Efeknya tidak hanya pada KCIC tetapi juga berdampak pada BUMN utama seperti PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) yang menjadi pemegang saham dari konsorsium di sisi Indonesia.

3. Sikap Pemerintah & Negosiasi

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa Kementerian Keuangan tidak akan menggunakan APBN untuk menutup utang proyek. Ia mendorong agar penyelesaian dilakukan secara B2B antara pihak-terkait.
Sementara itu, negosiasi dengan pihak China dan lembaga finansial terkait dikabarkan tengah berlangsung, dengan pembahasan terkait tenor pinjaman, bunga, dan mata uang pinjaman.

4. Tinjauan Ekonomi & Pelajaran Infrastruktur

Proyek Whoosh menjadi pelajaran penting tentang bagaimana proyek infrastruktur besar harus direncanakan dengan matang, termasuk estimasi trafik, model bisnis yang kuat, serta risiko pembiayaan.
Biaya pembangunan yang membengkak dan model pendanaan yang terlalu bergantung pada utang luar negeri menjadi perhatian utama. Jika trafik tidak sesuai ekspektasi, maka beban akan mengalir ke pemerintah atau BUMN, bukan hanya pengembang.

5. Langkah ke Depan

  • Percepatan integrasi sistem moda lainnya agar trafik meningkat.

  • Evaluasi ulang struktur pendanaan dan opsi restrukturisasi utang.

  • Transparansi dalam pengelolaan biaya operasional dan pengembangan bisnis agar beban keuangan lebih terkendali.

  • Pemerintah dan pemangku kepentingan harus memastikan bahwa manfaat publik dari proyek ini nyata, bukan hanya beban finansial jangka panjang.

Kesimpulan

Utang proyek kereta cepat Whoosh telah mencapai skala yang signifikan dan menjadi tantangan serius bagi pengelola dan pemerintah. Karena itu, perlu strategi mitigasi risiko dan pengelolaan yang sangat baik agar proyek ini tidak menjadi beban publik dan agar investasi infrastruktur ini memberikan manfaat yang seimbang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *